Hi..para penggiat dan pemerhati STBM kami ingin berbagi terkait proses pelaksanaan pemicuan yang sering kami laksanakan di wilayah dampingan kami di Kabuapten Biak Numfor dan Supiori. Saat melakukan pemicuan kami merujuk pada panduan atau SPO yang kami susun dan sepakati. Berikut panduan pelaksanaannya selamat membaca ya..jangan lupa memberikan input 😊😌😌
PANDUAN TEKNIS
PELAKSANAN TRIGGERING/PEMICUAN
SANITASI TOTAL BERBASIS
MASYARAKAT (STBM)
BABA I
PENDAHULUAN
Triggering/pemicuan merupakan metode yang di gunakan
dalam program pendekatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang bertujuan
untuk merubah Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) pada masyarakat, proses pemicuan ini di laksanakan dalam
uapaya ada masyarakat yang terpicu dalam
artian timbul keinginan yang kuat dalam diri sesorang untuk meninggalkan kebiasan-kebiasaan
buruk yang tidak bersih dan sehat.
Masyarakat yang terpicu akan membuat komimen untuk melukan
perubahan dengan cara melaksanakan salah satu atau secara keseluruhan 5 pilar SHAW_STBM
yaitu:
3. Stop Buang Air Besar Sembarangan
4. Cuci Tangan PAkai Sabun
5. Mengelolah Air Minum Rumah Tangga
dengan Aman
6. Mengelolah Sampah Rumah Tangga dengan
benar
7. Mengelolah Limbah Cair Rumah Tangga
dengan benar
Untuk
mencapai tujuan agar ada masyarakat terpicu maka seorang fasilitator harus di
bekali dengan kemampuan komunikasi yang baik agar pesan yang ingin disampaikan
mudah di mengerti oleh masyarakat, sehingga tujan akhir perubahan prilaku hidup
bersih dan sehat bisa terwujud.
Panduan ini diharapkan bisa memberikan arahan yang
praktis mengenai teknis penerapan triggering/pemicuan di
masyarakat..Panduan Teknis ini akan mencakup:
1.
Standar
Pelaksanaan triggering/pemicuan
2.
Prinsip
triggering/pemicuan
3.
Persiapan pelaksanaan
triggering
4.
Pelaksanaan
triggering/pemicuan dan
5. Paska pelaksanaan triggering/pemicuan
Atas dasar
itu maka tujuan dari panduan teknis ini adalah:
1. Memberikan
arah dan pegangan untuk para pelaksana Sanitasi Hygiene And Water (SHAW)
memiliki standar dalam melaksanakan triggering/pemicuan.
2. Memudahkan
para pelaksana lapangan untuk melaksanakan SHAW/SHAW_STBM terkait dengan
teknik-teknik seperti yang telah disebutkan di atas.
Panduan ini
dipersiapkan untuk digunakan oleh para pelaksana SHAW_STBM dilapangan
seperti: petugas Pukesmas, Kader
Posyandu, para fasilitator lapangan,relawan dan pihak-pihak lainnya yang
berminat dalam pengembangan SHAW_STBM
BAB II
STANDAR PELAKSANAAN
TRIGGERING/PEMICUAN
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat adalah suatu pendekatan untuk merubah
prilaku sanitasi dan hygiene masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat dengan
metode pemicuan. Lahirnya strategi nasional ini didasari oleh pengalaman bahwa
pendekatan sektoral dan subsidi perangkat keras selama ini tidak memilki daya
ungkit terjadinya perubahan prilaku higienis dan peningkatan akses sanitasi.
Sebagai dasar pelaksanaan triggering/pemicuan di komunitas maka diperlukan
pemahamna mengenai prinsip – prinsip, persiapan dan pelaksanaan triggering, Sehingga
tujuan yang di harapkan bisa tercapai secara maksimal. Berikut ini adalah
standar pelaksanaan yang harus di pahami seorang fasilitator :
1.
Prinsip – prinsip triggering/pemicuan
Sebagai
seorang fasilitator sebelum melaksanakan triggering/pemicuan perlu memahami
prinsi – prinsip dasar pemicuan atau lebih dikenal dengan strategi fasilitasi
di komunitas yaitu:
Ø Program ini tanpa subsidi: katakana
dari awal bahwa kehadiran tim tidak membawa bantuan melaikan ingin belajar
bersama masyarakat mengenai sanitasi dan hygiene.
Ø Tidak mempromoskan jamban atau
menunjukkan model-model jamban: Biarkan masyarakat yang menentukan /memunculkan
opsi model jamban pada saat memfasilitasi triggering/pemicuan.
Ø Tidak menggurui, tidak penyuluhan
bahkan tidak memberikan solusi: Fasilitator harus banyak mendengar dan bertanya
biarkan masyarakat yang memacahkan setiap permasalahannya.
Ø Memicu masyarakat dengan
elemen-elemen pemicuan: Rasa jijik, rasa malu, takut sakit, takut dosa dan
lain-lain.
Ø Minimalkan formalitas sehingga
masyarakat tidak merasa rendah: Hindari menyampaikan latar belakang pendidikan, jabatan di instansi dan lain-lain
yang bisa menyebabkan gep antara fasilitator dan masyarakat.
a. Elemen-elemen pemicuan
Elemen pemucian merupakan peluru bagi
seorang fasiliator yang digunakan/ditembakakn untuk memicu masyarakat melakukan
sebuah perubahan dengan membuat komitmen.
Elemen –
elemen pemicu
|
Alat P.R.A yang di gunakan
|
Rasa
Malu
|
Peta
kondisi lingkungan(mengexplore kondisi sanitasi dipeta dusun yang dibuat)
Transect
walk/jalan-jalan keliling kampung/dusun : mengexplore pelaku BABS
Fokus
Diskusi Group terutama untuk perempuan
|
Elemen –
elemen pemicu
|
Alat
P.R.A yang di gunakan
|
Rasa
Jijik
|
Perhitungan
volume tinja sehari, seminggu, setahun dikalikan usia mayarakat yang ada
Diagram
alur/alur kontaminasi: simulasi air yang mengandung tinja yang digunakan
untuk keperluan kumur, cuci muka, cuci pakaian, cuci piring, cuci makanan
(beras + sasuran+okan) dan kepeluan lainnya
|
Takut
Sakit
|
Alur
kontaminasi dari kotoran sampai tertelan oleh manusia yang menyebabkan jatuh
sakit
Pemetaan
masyarakat yang pernah terkena diare (didukung data dari Puskesmas)
Perhitungan
ekonomi, biaya yang dikeluarkan jika sakit.
|
Privacy/harga
diri
|
Lakukan
FGD terutama untuk kaum perempuan (bagaiman BAB di malam hari, bagaimana jika
ada yang mengintip saat BAB)
|
Kemiskinan
|
Membandingkan
kondisi dikampung lain atau daerah yang miskin di Indonesia.
|
Dan
lain – lain sebagainya
|
Sesuaikan
dengansituasi, kondisi, dan toleransi masyarakat.
|
2.
Persiapa
Apa dan siapa yang perlu dipersiapkan
a.
Pengenalan Situasi Lapangan
Pemilihan lokasi sangat menentukan
perkembangan SHAW selanjutnya. Misalnya lokasi, apakah itu kampung atau dusun,
yang kondisi lingkungannya buruk, banyak terjangkit penyakit berbasis
lingkungan khususnya yang berkaitan air (related-water
born diseases) tentu tepat kalau dipakai sebagai daerah untuk mempromosikan
atau memicu pola hidup sehat. Kondisi sebaliknya daerah yang masyarakatnya
sudah terbiasa buang air besar di jamban tentu tidak tepat lagi untuk
ditangani. Dapat dipastikan bahwa promosi atau pemicuan tidak akan ada efeknya
sama sekali alias gagal di daerah yang memang kondisinya relative baik.
Oleh karenanya untuk menentukan kampung/dusun
lokasi promosi atau pemicuan harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
· Daerah itu penuh dengan kekumuhan,
· Belum pernah ada pembangunan sanitasi
dengan pendekatan subsidi,
· Pernah menjadi daerah dengan angka
kejadian diare yang cukup tinggi,
b.
Penggalangan dukungan tokoh-tokoh
masyarakat
Tokoh-tokoh masyarakat seperti kepala
kampung dan perangkatnya serta tokoh yang lain seperti tokoh agama ,tokoh adat dan
guru perlu di galang dukungannya. Posisi
mereka di kampung sangat penting karena mereka adalah panutan masyarakat.
Sering terjadi kegiatan SHAW_STBM mengalami kegagalan karena lemahnya dukungan
para tokoh-tokoh ini.
Dari upaya menggalang dukungan
diharapkan:
· Adanya komitmen dari tokoh-tokoh
masyarakat termasuk kepala kampung beserta aparat dan lembaga kampung (seperti
Bamuskam) untuk memasukkan agenda kegiatan SHAW_STBM dalam agenda kegiatan
pemerintah kampung.
· Merencanakan mengalokasikan APBK atau
ADD nya untuk tindak lanjut khususnya terkait dengan sentra produksi sanitasi kampung
atau biaya operasional dan penguatan kapasitas relawan SHAW_STBM,
· Membuat instruksi kepada semua warga
agar hadir dalam promosi/pemicuan SHAW_STBM
Target pengikut sertaan para tokoh
dimaksudkan agar mereka benar-benar
memahami dan menyadari bahwa SHAW_STBM adalah pendekatan perubahan prilaku
masyarakat yang terkait persoalan air
dan sanitasi.
c.
Pengorganisasian
Wadah atau organisasi yang akan
melakukan promosi/pemicuan perlu menjadi perhatian. Karena sering terjadi lemahnya
pengorganisasian mengakibatkan gagalnya pelaksanaan SHAW_STBM dilapangan.
Artinya persiapan yang dilakukan untuk mengorganisir diri dalam Tim Fasilitator
SHAW_STBM memang benar-benar dilakukan sehingga dapat menjadi Tim yang solid
dalam melaksanakan tugas. Baik ketika persiapan, pelaksanaan, maupun pada tahap
paska pemicuan/promosi dalam rangka melakukan tindak lanjut pengembangannya.
Anggota yang duduk dalam Tim adalah semua orang yang akan terlibat dalam
pelaksanaan, dan paska pelaksanaan SHAW_STBM di kampung. Seperti bidan kampung,
kader Posyandu, guru, dan lain sebagainya perlu menjadi bagian utama dari Tim
Fasilitator program SHAW_STBM. Setiap anggota Tim harus memahami tugas dan
tangungjawabnya. Pertemuan rutin Tim SHAW_STBM menjadi penting untuk dilakukan.
Agar setiap persoalan yang terkait dengan penanganan SHAW_STBM dibicarakan
dalam pertemuan Tim secara periodik. Hal ini dimaksudkan agar SHAW_STBM bisa
melembaga di kampung. Artinya SHAW_STBM menjadi pandangan berfikir dan
bertindak di kampung. Atau dengan kata lain SHAW_STBM menjadi program rutin kampung
yang masuk dalam APBK.
d.
Peralatan
Jangan dilupakan untuk selalu
melakukan pemeriksaan kelengkapan peralatan sebelum triggering/pemicuan
dilakukan. Kurang lengkapnya peralatan bisa mempengaruhi konsentrasi kita
ketika sedang melakukan promosi/ pemicuan.
Peralatan-peralatan yang dimasudkan
adalah alat-alat yang terkait dengan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi)
seperti:
§ Untuk pemicuan BABS yaitu: kertas
warna warni, serbuk kapur warna warni, tali raffia, air mineral gelas, gambar
sketsa kontaminasi dari kotoran ke mulut, kertas flipchart, spidol, dan lain
sebagainya
§ Untuk promosi CTPS yaitu: alat-alat
peraga
§ Untuk promosi PAM-RT yaitu alat-alat
peraga
§ Untuk promosi sampah rumah tangga
yaitu alat-alat peraga
§ Untuk promosi limbah cair rumah
tangga alat-alat peraga
e. Pembagian peran dalam Tim
Sebelum melakukan triggering/pemicuan keterampilan,
dan sikap-sikap perlu dimiliki fasilitator. Oleh karenanya pelatihan untuk
memampukan dan meningkatkan keterampilan fasilitator SHAW_STBM telah diberikan
sebelumnya. Demikian pula halnya pembagian peran serta tugas pokok dan
fungsinya (tupoksi) sehingga diharapkan adanya kerjasama yang solid dalam tim.
Tim
|
Tupoksi
|
LEAD FASILITATOR
|
Fasilitator utama, motor utama proses fasilitasi, 1 orang
|
Co-FASILITATOR
|
Pembantu Fasilitator utama dalam proses fasiltasi, jumlah
sesuai kesepakatan
|
CONTENT RECORDER
|
Perekam proses fasilitasi, jumlah 1 atau 2 orang
|
PROCESS FACILITATOR
|
Penjaga alur proses fasilitasi, mengontrol agar proses
sesuai dengan alur, jumlah 1 orang
|
ENVIRONMENT SETTER
|
Penata suasana fasilitasi, menjaga suasana agar tetap kondusif,
jumlah boleh lebih dari 1 orang.
|
3.
Pelaksanaan
A. Bagaiman langkah-langkah melaksanakan triggering/pemicuan
Setelah menyepakati waktu dan
tempat lokasi pemicuan dan di harapkan
secara total masyarakat hadir maka proses triggering/pemicuan siap dimulai
dengan tahapan :
Pengantar Pertemuan
penyampaian tujuan dan perkenalan tim |
Salah seorang tim memfasilitasi
proses penyampaian maksud dan tujuan yaitu kehadiran tim mau belajar bersama
mengenai kondisi sanitasi dan prilaku
masyarakat mengenai kebersihan diri dan lingkungan, tim tidak membawa bantuan
apapun. Kemudian sampaikan apa masyarakat mau menerima tim . Jika Ya maka lanjutkan proses perkenalan tim jika
memungkinkan perkenalan juga dilakukan oleh masyarakat yang hadir. Jika
jawabannya Tidak
Stop pertemuan dan ucapkan terima kasih serta sampaikan tim akan kembali jika
masyarakat memiliki kesempatan dan kemauan untuk belajar bersama.
Pencairan suasana
Pencairan suasana bertujuan untuk
menghilangkan ketegangan dan gep antara tim dan masyarakat sehingga peserta
bisa mengambil peran secara aktif. Proses ini bisa dilakukan dengan cara
permainan, mop atau nyanyi bersama, usahakan masyarakat yang memulai proses
tersebut.
Sebelum suasana betul betul cair
jangan lakukan proses selanjutnya karena hasil yang di harapkan (keterlibatan
peserta) tidak akan maksimal.
Identifikasi istilah – istilah mengenai sanitasi
Setelah suasana dirasakan cair
langkah selanjutnya menyepakati secara bersama istilah-istilah sesuai dengan
bahasa dikampung tersebut, misalnya Jamban,Kotoran/tinja dll. Kegiatan ini
bertujuan untuk memudahkan pemahaman bersama
Pemetaan
proses pemetaan/pembuatan sketsa |
Proses dilakkan dengan cara meminta
kesedian salah seorang untuk menggambarkan batas wilayah dusun tempat
pelaksanaan triggering/pemicuan. Setelah sketsa batas dusun selesai, kemudian
libatkan seluruh peserta untuk menentukan letak fasilitas umum
(gereja,puskesmas/posyandu,sekolah, pasar dll), letak rumah mereka, jamban,
sumber air, lokasi BAB, tempat buang sampah dan lain-lain yang ada kaitannya
dengan sanitasi. Penentuan alat serta symbol yang di pakai pada peta harus
disepakati bersama. pemetaan merupakan salah satu teknik dari PRA (Participatory Rural Appraisal)
Catatan
Pada saat pemetaan, pemicuan dengan
elemen rasa malu bisa di explore dengan menanyakan :
- Bagaiman persaan masyarakat melihat kondisi dusun dalam peta terutama masyarakat yang biasa BAB sembarangan
- Apa yang harus dilakukan ?
- Bagaiman cara mengatasi hal tersebut?
Jika ada masyarakat yang terpicu dan
ingin berubah tarik kedepan dan berikan aplaus (tepuk tangan) dan tanyakan
kepeserta yang lain ada yang ingin mengikuti jejak orang tersebut (orang yang
terpicu). Buatkan lembar komitmen bagi masyarakat yang ingin berubah.
Alur Kontaminasi
Proses ini bisa dilakukan dengan menggunakan gambar
yang bertujuan memberikan pemahaman bersama mengenai alur kotoran/tinja sampai masuk kedalam tubuh atau tertelan
oleh seseorang
ü Dengan diagram F , pemicuan dengan
elemen rasa jijik ,takut sakit bisa di explore
ü Lewat diagram F simulasi air tercemar
juga bisa dilakukan
ü Pertanyaan yang di lontarkan :
melihat alur tesebut bagaimana perasaanya?, apa yang harus dilakukan?, apa sudah
merasa aman jika ada masyarakat yang masih melakukan kebiasaan BAB
Sembarangan?.
Transect walk
Proses ini dilakukan untuk melihat
secara langsung kondisi sanitasi di dusun tersebut, terutama lokasi tempat
BABS.
Jika dalam kegiatan ini ditemukan tinja
maka lakukan FGD di tempat.
Catatan
ü Elemen pemicuan yang digunakan rasa
jijik,privacy/harga diri terutama bagi kaum perempuan. Tanyakan bagaimana
perasaanya melihat tinja?, bagaiman jika ada yang mengintip saat BAB?, apa yang
harus dilakukan?
ü Jika ada masyarakat yang terpicu
berikan aplaus
ü Tinja yang ditemukan bisa di gunakan
sebagai bahan simulasi air tercemar
Perhitungan volume tinja dan simulasi air tercemar
Kedua proses ini dilakukan setelah pemetaan,
bisa dilakukan tanpa harus berurutan dengan proses yang lain
Cara
a.
Perhitungan tinja
Dilakukan
dengan cara menghitung volume tinja seseorang sehari, seminggu, sebulan , setahun
dan seumur orang tersebut di kalikan dengan jumlah jiwa pada dusun tersebut.
Tanyakan apa pernah melihat tinja sebanyak itu?, lalu kemana perginya tinja
tersebut? (Antarkan
pikiran masyarakat menuju alur kontaminasi ), tanyakan apa yang harus
dilakukan untuk memutuskan alur tersebut sehingga tidak menyebabkan tertelan
atau adanya korban yang sakit.
Catatan
ü Pada saat perhitungan tinja biarkan
masyarakat yang menghitung jumlahnya
b.
Simulasi air tercemar
Ambil segelas air minum (air gelas mineral), tawarkan pada peserta yang
ingin minum (air yang di minum jangan di habiskan), kemudian masukkan tinja
yang di dapati saat transect walk atau kotoran yang lain yang ada di sekitar
(kotoran binatang) menggunakan lidi/sehelai rambut. Kemudian aduk lidi/sehelai
rambut yang telah di beri kotoran (tinja) kedalam air gelas tersebut.
Tawarkan
kembali air yang sudah terkontaminasi, siapa yang mau meminumnya?, jika tidak
ada kenapa?, Apa yang harus dilakukan?
Catatan
ü Elemen yang digunakan rasa jijik,takut
sakit dll
ü Jika ada yang terpicu tarik kedepan
dan berikan aplaus.
B. Apa hal yang dipandang penting
dilakukan setelah triggering/pemicuan (tips)?
1. Rencana Aksi Komunitas dan pembentukan komite lokal
Rencana ini merupakan formulasi dari
tindakan apa yang akan komunitas lakukan setelah mereka memperoleh diberi promosi/pemicuan.
Apakah kesadaran mereka muncul dan mendorong untuk melakukan perubahan? Kalau
ya, tindakan awal yang mengemuka adalah
pernyataan bahwa beberapa orang dari mereka ingin berubah. Apa yang menjadi
kehendak mereka untuk berubah bisa berupa daftar kegiatan yang akan mereka
lakukan per rumah tangga. Misalnya ingin segera membangun jamban. Agar bisa
diadministrasikan dan dapat dijadikan pegangan maka Rencana Aksi Komunitas ini
di diformulasikan dalam bentuk tertulis.
Contoh format Rencana Aksi Komunitas
untuk membangun jamban mandiri/swadaya, tempat cuci tangan, pengadaan tempat
penyimpanan air, tempat sampah, dan SPAL:
No
|
Nama
|
Sarana
yg dibangun
|
Tanggal
mulai
|
Tanggal
selesai
|
paraf
|
1
2
3
4
|
……..
……..
…….
|
Jamban
CTPS
Lubang
sampah
Dan
lain-lain
|
..
…
|
…
…
|
..
….
|
Masyarakat yang terpicu berkomitmen dengan membuat kontrak sosial |
Pembentukan komete local
Dilakukan untuk mengawal komitmen
masyarakat di dusun yang ingin berubah sesuai dengan lembar Rencana Kerja
Masyarakat (RKM) yang telah di sepakati.
Penutup Kegiatan
Setelah rangkaian proses
triggering/pemicuan telah dilakukan, sebelum di akhiri beri kesempatan kepada
aparat kampung (Kepala kampung/kepala dusun) untuk menyampaikan tanggapannya.
Catatan
ü Diakhir sesi ucapkan terimah kasih
atas kesedian masyarakat kampung/dusun yang mau belajar bersama tim, serta
sampaikan bahwa tim mendapatkan banyak pengalaman pada kesempatan ini dan
pengalaman ini akan diceritakan di tempat lain saat melakukan kegiatan yang
sama.
Rencana Pendampingan (Follow –UP) Tim
Fasilitator dan relawan Kampung
Rencana ini adalah rencana yang perlu
dipersiapkan oleh para fasilitator/relawan sebagai tanggapan terhadap rencana
aksi yang disusun oleh komunitas. Artinya fasilitator secara terorganisir,
bersama-sama dengan anggota yang lain dalam Tim relawan SHAW_STBM Kampung
menyusun rencana monitoringnya atau rencana pendampingannya di akhir sesi
promosi/pemicuan. Artinya sudah merencanakan untuk mendetailkan rencana
dampingan/monitoring di lapangan. Paling tidak di akhir sessi pemicuan
Koordinator Tim Fasilitator SHAW_STBM sudah memiliki gambaran aspek-aspek
penting yang harus di monitor.
Catatan
ü Kegiatan monitoring pertama dilakukan
3 hari setelah pemicuan untuk menindak lanjuti Rencana Kerja Masyarakat (RKM)
ü Kegiatan selanjutnya dilakukan setiap
minggu selama 4 kali, setiap dua minggu 4 kali , dan setiap bulan
Tujuan
Kegiatan follow –up bertujuan untuk
ü Memberikan penguatan terhadap local
komite
ü Mempromosikan 5 pilar STBM kepada
masyarakat yang lain.
BAB III
PENUTUP
Demikianlah Panduan praktis pelaksanan triggering/pemicuan di
buat untuk para pelaksana SHAW_STBM di lapangan. Semoga dengan adanya panduan
ini bisa membantu dan mempermudah dalam memahami pelaksanaan pemicuan di
komunitas.
Namun disadari bahwa masih banyak kekurangan dari isi panduan
ini, sehingga kami berharap saran, kritikan yang sifatnya membangun menjadi
masukan bagi penyempurnanan panduan ini.
Terima kasih KASUMASA.
Sebagai Ucapan terimakasih maka "silahkan menyaksikan video tari Yospan dari Biak"
Sebagai Ucapan terimakasih maka "silahkan menyaksikan video tari Yospan dari Biak"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar